Christian Danny XII MIPA 7 09
Budaya merupakan aset dari sebuah negara. Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah tindakan, gagasan, maupun karya yang turun temurun dari nenek moyang hingga jaman kita saat ini dan harus dilestarikan. Di era globalisasi ini, anak-anak muda cenderung mengikuti budaya yang sedang di kehidupan sosial mereka, budaya yang yang sedang tren bisa memiliki berbagai macam bentuk dan asal, misalnya gaya berpakaian dari Korea, makanan dari Jepang, dan gaya bicara yang kebarat-baratan. Dalam era globalisasi, muncul juga jawaban-jawaban atas berbagai masalah yang muncul termasuk solusi atas terancamnya budaya lokal yang hampir punah. Salah satu solusi dari masalah ini adalah publikasi budaya lokal tersebut ke laman media sosial
Publikasi ke media sosial bisa menjadi berbagai bentuk, seperti artikel, post, hingga video pendek. Ciri-ciri publikasi budaya lokal yang berhasil adalah sebagai berikut:
1. Publikasi tersebut mendapatkan perhatian dari audiens yang ada di media sosial.
2. Audiens yang terinspirasi melakukan tindakan nyata seperti, mempelajari ataupun mempratekkan budaya yang dipublikasi tadi.
3. Melalui audiens yang terinspirasi tadi bisa mengajak orang lain untuk ikut berpartisipasi dalam mempraktekkan budaya tersebut
4. Budaya yang terancam tadi akan terselamatkan dan bisa dilestarikan
5. Publikasi tersebut juga bisa menjadi ajakan bagi kaum-kaum muda untuk juga ikut berpartisipasi dalam melestarikan budaya tersebut
Namun, budaya yang dipublikasikan tadi juga perlu dijaga agar tidak ada pihak yang mengaku-ngaku mengklaim budaya tersebut tanpa ada sejarah yang jelas. Cara agar hal tidak diinginkan tidak terjadi adalah dengan mendaftarkan budaya tersebut ke organisasi pelindung budaya, contohnya batik Indonesia yang didaftarkan di UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada tahun 2009.
Cara melestarikan budaya yang saya tulis ini bukan hanya sekedar teori biasa yang ditulis di kertas saja. Sudah ada contoh praktek yang dilakukan di dunia nyata, seperti konten kreator SABER Surabaya atau Kevin Margonoto. SABER Surabaya adalah perusahaan yang didirikan oleh Kevin Margono sebagai penjual aksesoris mobil ternama di Indonesia yang menjual lampu mobil dan aksesoris mobil lainnya. Bagaimana cara Kevin Margonoto melestarikan budaya melalui publikasi ke media sosial bahkan hingga mencapai dunia internasional ? Beginilah ceritanya
Pada awal tahun 2024, SABER Surabaya bergabung dalam salah satu event pameran otomotif internasional, yaitu Tokyo Auto Saloon 2024 di Jepang. SABER Surabaya menampillkan mobil klasik Jepang Lancer EVO IX dengan modifikasi pada bagian eksternal body mobil. Bagian eksternal body mobil dicat dengan livery batik Hokokai (batik Indonesia yang bertemakan bunga sakura, peony, dan anggrek). Pengecatan ini dilakukan secara live hingga ditonton oleh banyak oirang yang hadir di pameran tersebut. Orang-orang terkesan dengan proses pembuatan livery batik ini yang terlihat menarik dan menginspirasi. Fenomena tersebut akhirnya viral di dunia maya, tidak hanya bagi netizen Jepang, tetapi juga netizen internasional negara lainnya. Hal itu dikarenakan Tokyo Auto Saloon adalah event internasional.
Publikasi yang dilakukan oleh SABER Surabaya ini termasuk dalam melestarikan budaya lokal Indonesia, yaitu batik. Pengecatan mobil pada bagian eksternal body mobil pun sempat juga menjadi tren di Jepang karena terinspirasi dari SABER Surabaya ini. Menurut saya, ide Kevin Margonoto dalam upaya melestarikan batik ini sangat cemerlang dan hebat.
Contoh lain adalah Festival Budaya Bali Internasional yang juga sempat menarik perhatian turis mancanegara untuk datang dan belajar mengenai budaya Bali.
Demikian, peran kaum-kaum muda diperlukan sebagai penggerak publikasi budaya di Indonesia, tanpa mereka Indonesia pasti akan kalah bersaing dengan negara lain. Kaum-kaum muda di Indonesia juga harus pintar dalam menyaring budaya luar yang masuk ke Indonesia, agar budaya Indonesia tidak punah begitu saja.
No Responses