Ditulis oleh Christian Hadinata | XII MIPA 7 / 10
TEMA: Berubahnya pola berpikir masyarakat yang tradisional menjadi rasional akibat adanya perkembangan teknologi informasi sehingga mendorong untuk berpikir lebih maju dalam setiap peri kehidupan masyarakat.
Rasionalitas dalam Ranah Pendidikan di Tengah Perkembangan Arus Informasi
Pada masa kini, kita berada di era revolusi industri 4.0. Era revolusi yang menghadapkan kita pada banyak perkembangan teknologi. Hal yang menjadi daya tarik pada perkembangan teknologi ini adalah pesatnya arus informasi. Banyak sekali sumber-sumber dari arus informasi tersebut. Beberapa sumber diantaranya seperti search engine(Google, Yahoo, Microsoft Edge), media sosial, dan juga artificial intelligence. Hadirnya arus informasi yang cepat akan mulai menggerus pemikiran kita yang awalnya tradisional dan lama-lama menjadi rasional.
Akselerasi arus informasi mempermudah kegiatan/aktifitas kita sehari-hari. Selain itu, aspek dalam kehidupan kita juga lambat laun akan mengalami perubahan. Salah satu contohnya adalah ranah pendidikan di Indonesia.
Dahulu, saat teknologi belum berkembang, siswa-siswi memiliki akses yang cukup terbatas dalam ilmu pengetahuan dan pengajaran. Sumber ilmu pengetahuan dan pengajaran hanya berasal dari buku, guru dan orang tua. Mereka pun mengandalkan pengetahuan yang mereka pernah dapatkan semasa menimba ilmu di sekolah. Berbeda dari yang saat ini, akses kita diperluas dengan adanya teknologi. Saat kita melupakan materi, kita bisa dengan mudah mengetiknya dalam search engine dan voila, kita akan menemukan apa yang kita cari. Adanya kemajuan ini menggerus pemikiran kita yang tradisional; kita akan selalu mencoba mencari cara paling rasional untuk menemukan jawaban.
Selain search engine, maraknya penggunaan AI(Artificial Intelligence) juga terjadi dalam ranah pendidikan. Artificial intelligence sendiri hakikatnya merupakan kecerdasan buatan yang dibuat oleh manusia untuk mempermudah aktifitas dalam lalu lintas teknologi. Hal yang mencengangkan dari AI adalah cara bekerjanya yang hampir mirip dengan manusia. Banyak ilmuan dan orang-orang yang beranggapan bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia suatu saat. Kegunaan AI sendiri sudah banyak dalam dunia pendidikan: AI dapat menjadi sarana belajar bagi siswa-siswi untuk mengembangkan pengetahuan dan literasi, AI dapat menjadi alat bantu cek pekerjaan siswa-siswi sebagai guru, AI bisa juga membantu sistem koordinasi data-data sekolah, dll.
Walaupun search engine dan AI memiliki banyak manfaat positif, kita sebagai kaum terpelajar juga harus menyaring dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Hadirnya intervensi dari search engine dan AI membuat kita semakin malas berpikir dan mengadopsi sifat ketergantungan. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, dampak buruk berupa hilangnya citra manusia dalam berkarya akan nampak. Inilah tantangan terbesar yang sedang kita hadapi, yakni lepas dari kecenderungan menggunakan AI.
“Walaupun namanya “Kecerdasan Buatan” sistemnya tidak bekerja seperti manusia. AI dibuat hanya untuk mengglontorkan kalimat-kalimat yang sudah ada dalam penyimpanan data.” ujar Thomas Lancaster selaku ilmuan komputer dan periset akademik London Imperial College. Dengan begitu, pembatasan penggunaan search engine dan AI diperlukan. Kita harus dapat memilah kapan harus menggunakan penalaran kita dan kapan harus menggunakan AI, tentunya kita didorong untuk berpikir rasional dan tidak selalu mencari cara instan.
Pengaruh perkembangan teknologi sudah membawa banyak perubahan pada akselerasi arus informasi sekaligus dimulainya penggunaan artifical intelligence. Perubahan ini dapat dilihat dari dua sisi, perubahan membawa kebaikan berupa ilmu pengetahuan yang meningkat dan satu sisi perubahan justru membawa malapetaka yakni kecenderungan malas berpikir dan ketergantungan. Dengan demikian, hendaknya kita sebagai kaum terpelajar memilah waktu yang tepat dan bijak dalam penggunaan AI; kita ini kaum cendekiawan yang akan terus maju dalam ilmu pengetahuan, bukan kaum beban yang serba instan.
No Responses