Industrialisasi telah mendorong urbanisasi dalam skala besar, yang membawa dampak signifikan terhadap pertumbuhan kota. Salah satu dampak yang mencolok adalah munculnya kantung-kantung permukiman kumuh. Permukiman kumuh menjadi fenomena global yang erat kaitannya dengan masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan. Fenomena ini muncul sebagai akibat dari faktor-faktor tertentu, memiliki ciri-ciri khas, serta terlihat nyata melalui berbagai contoh kasus di dunia. Oleh karena itu, penting untuk memahami akar permasalahan ini agar dapat merumuskan langkah-langkah penanganan yang efektif.
Urbanisasi yang pesat sebagai hasil industrialisasi sering kali tidak diimbangi dengan perencanaan kota yang matang. Banyaknya orang yang bermigrasi ke kota mencari pekerjaan di sektor industri menciptakan tekanan besar pada infrastruktur perkotaan. Kekurangan lahan hunian yang layak dan mahalnya biaya hidup di kota memaksa masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di area yang tidak memenuhi standar kesehatan dan keselamatan. Selain itu, lemahnya regulasi tata ruang, ketimpangan distribusi pendapatan, dan kurangnya akses terhadap layanan publik memperparah masalah ini.
Permukiman kumuh memiliki beberapa ciri khas, seperti padatnya populasi dalam area yang sempit, kondisi bangunan yang tidak permanen atau semi permanen, serta kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu, kawasan ini seringkali minim infrastruktur dasar seperti listrik, sistem pengelolaan sampah, dan fasilitas kesehatan. Permukiman kumuh juga kerap menjadi lokasi dengan tingkat kriminalitas tinggi akibat rendahnya kualitas hidup masyarakat yang tinggal di sana.
Salah satu contoh nyata adalah kawasan Dharavi di Mumbai, India, yang merupakan salah satu permukiman kumuh terbesar di dunia. Di Indonesia, kawasan kumuh juga ditemukan di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Di Jakarta, kawasan seperti Muara Baru dan Kampung Bandan menghadapi masalah padatnya hunian, buruknya sanitasi, dan tingginya risiko bencana seperti banjir. Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana ledakan urbanisasi tanpa perencanaan yang tepat dapat menciptakan masalah yang kompleks di wilayah perkotaan.
Untuk mengatasi masalah permukiman kumuh, diperlukan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah harus fokus pada perencanaan kota yang berkelanjutan dengan membangun hunian layak huni yang terjangkau serta memperluas akses terhadap infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, dan sanitasi. Regulasi tata ruang yang ketat juga harus ditegakkan untuk mencegah pertumbuhan kawasan kumuh baru. Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pelatihan kerja dan penciptaan lapangan kerja di daerah asal dapat mengurangi urbanisasi yang tidak terkendali. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam program peremajaan kawasan kumuh harus didorong untuk menciptakan solusi yang inklusif.
Munculnya permukiman kumuh di kota-kota besar merupakan konsekuensi dari industrialisasi dan urbanisasi yang tidak terkelola dengan baik. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, memiliki ciri-ciri tertentu, dan terlihat nyata dalam berbagai kasus di seluruh dunia. Dengan memahami akar permasalahan dan berkomitmen pada langkah-langkah penanganan yang tepat, tantangan ini dapat diatasi untuk menciptakan kota yang lebih layak huni, berkeadilan sosial, dan berkelanjutan.
No Responses